Rasionalitas Dunia, dan Ruang Ajaib yang Masih Bertahan

Gambar
Saya memulai perjalanan ini dari kota Pohon Beringin yang dingin- Ruteng-, walau begitu tulisan ini saya curahkan sepenuhnya kepada sebuah kota kecil di tengah pulau flores, yang memiliki sumber air namun tak punya pantai. BAJAWA. Orang bule menyebutnya dengan BAYAWA.                                                Kalau harus menoleh pada tahun 1945, 18 agustus pagi hari yang mungkin cerah-mungkin juga tidak, sedang berlangsung peristiwa persiapan pengesahan UUD 1945 yang telah merdeka dari Jajahan Belanda, namun saat ini di tanggal 18 agustus 2025 di pagi hari yang berkabut tinggi di Bajawa, saya sedang melayani perjalanan lintas flores bersama sepasang suami istri Belanda (Zuid-Holland) berusia akhir 70an.  Kami menginap di Penginapan Manulalu B&B Hotel berlokasi di Jl Mangulewa - Jerebu'u, Tiworiwu. Pagi itu sesuai agenda, kami lebih dulu mengunjungi Desa A...

Mengenal Potensi Ekowisata di Kabupaten Sikka




Nah di postingan kali ini saya akan kembali pada saat pertama kali saya memutuskan membuat blog. To be honest I really know nothing about blogging, I was thought that this stuff just a kind of online diary. Tapi tenang gengsssssss, rite now I completely realize that this stuff is beyond of just an online diary.  I rather write something useful than doing something cheesy like post a poem or love story, or even love letter. Lol. (Shit! I  did those yuck stuff).


Okey, too much introduction, peace up! Actually I just want to share you what’s on my mind about next level tourism in Maumere, especially in terms of Ecotourism.


Here we go!!

Sebenarnya apa sih yang di maksud dengan ekowisata (ecotourism)?

Ekowisata merupakan Sub-komponen dari pariwisata yang berkelanjutan (sustainable tourism), yaitu jenis wisata yang bertanggung jawab atas alam serta memberi kontribusi terhadap perkembangan ekonomi masyarakat sekitar, tentu peran serta campur tangan masyarakat sekitar dalam membangun, mengelolah, serta menjaga kawasan wisata ini juga akan memberikan dampak besar terhadap nilai jual pariwisata.

Sebut saja Costa Rica, Norwegia, dan Brazil, merupakan beberapa Negara di dunia yang gencar mempromosikan ekowisata sebagai daya Tarik utama untuk para turis.

Nah, ekowisata pada umumnya banyak mengambil tempat di kawasan lindung dan konservasi, area terpencil dengan keindahan alam yang eksepsional, area ekologi dan kawasan budaya. Ditinjau dari poin diatas, jelas bahwa Kabupaten Sikka merupakan salah satu daerah yang berpotensi dalam mengembangkan ekowisata/ecotourism, apalagi sekarang ini semakin banyak isu-isu terkait iklim yang mengharuskan manusia-manusia urban untuk melihat kembali apa yang telah terjadi pada mass tourism (pencemaran lingkungan, atau bisa kita lihat apa yang telah terjadi di TN. Komodo, yang yah dapat dikatakan “kebablasan mass tourism” akibat dari low of carrying capacity control) serta kebutuhan akan merasakan suasana alam bebas yang jauh dari hiruk pikuk kota.








Sadar atau tidak, Kabupaten Sikka telah menyediakan apa yang kita butuhkan, wisata alternative!



Misalnya di bandingkan wisatawan berjemur di pantai, mungkin bisa di alihkan ke pertunjukkan seni budaya yang ada di desa watublapi, atau sekitarnya, menyaksikan ragam tarian budaya Sikka dan menambah wawasan tentang proses pembuatan kain tenun, mengetahui sejarah di balik usia renta si Gereja Tua Sikka, atau berkenalan dengan kapal tersohor yang bernama Jong Dobo, atau mungkin juga menyusuri hutan pohon manggrove sambil bercengkrama dengan alam sekitar. That’s pretty cool, fellas!


Saya cukup yakin bahwa sekarang ini, kita (let’s say urban people in Maumere) lebih sering menghabiskan waktu berwisata mereka di pantai, berjemur sambil menikmati es kelapa muda dengan sedotan plastik, some snacks, berfoto manja, dan terakhir posting di media social. Syukur-syukur kalau kita tidak meninggalkan jejak “sampah” di pantai yang yah ujung-ujungnya akan berpengaruh pada pencemaran lingkungan. I wouldn’t say that it’s a bad habit (except of your plastic straw), well I am one of those urban people who love spent time in the beach, but let’s see another option if we spent more time in alternative tourism.


                             



Look!
Yang kita dapat dari berjemur di pantai, atau melakukan kegiatan snorkling bahkan diving di taman bawah laut akan memberikan one side benefit, yaitu pada diri kita sendiri. Perasaan puas akan hasil foto di pinggir pantai, perasaan senang melihat biota laut di teluk maumere (I cant denny that Teluk Maumere is the most beautiful under water ever! Whoa, I am such a proud citizen! XD), merupakan hal-hal yang cuman kita alami sendiri, tidak akan memberikan impact apapun terhadap si penduduk pesisir, atau sekitarnya. Kita juga hanya akan membawa pulang perasaan bahagia dengan semangat yang baru, its completely one side benefit!

Tapi coba kalau kita berwisata ke kawasan heritage seperti Gereja Tua Sikka, desa adat watublapi atau museum Blikon Blewut, atau mungkin juga ke Hutan Manggrove, yang kita dapat bukan hanya perasaan puas, tetapi juga tambahan wawasan yang berujung pada self development, bukan hanya itu biaya retribusi masuk yang dikenakan atau saat kita membeli produk local seperti kain tenun / sarung, atau aksesoris etnic lainnya yang di jual di kawasan tersebut juga akan membantu peningkatan ekonomi masyarakat sekitar, mungkin terkesan sepele tapi ini sangat mendukung segi perekonomian masyarakat local / sekitar kawasan tersebut dan secara tidak langsung kita juga turut andil dalam promosi budaya ketika kita mengenakan kain tenun/sarung atau aksesoris etnic lalu mempostingnya di social media kita. Trust me gengs, liburan kalian berfaedah! Win-win solution, isn’t it? Hohohoho








Well, kita kembali ke topik utama di mana ekowisata memerlukan keterlibatan masyarakat setempat serta pemerintah dalam mengelolah dan menjaganya, sayangnya, kekayaan budaya serta keindahan alam Kabupaten Sikka tidak di dukung dengan fasilitas maupun aksesbilitas yang memadai. Karena pada dasarnya, ketersediaan fasilitas juga mempengaruhi ketertarikan wisatawan untuk berkunjung ke suatu destinasi wisata.



Jadi yah getooh gengs, we need the government and whoever tourism stake holder to more concern about the problems (facility and accessibility) so it can gain more tourists.
~cheers, Kee😉💓

x
x

Komentar

  1. Mantap jiwa..
    Maumere memang memiliki banyak potensi pariwisata kendalax adalah kurangx ekspos kluar..

    BalasHapus
  2. Yuhuu,. Mari kita smua berkontribusi untuk ekowisata di Nian Tanah,. Trimakasih Ibu Kerr, sdh berbagi pengetahuan dan pendapatnya ttg ekowisata di Sikka,. Ini salah satu bentuk kontribusi untuk Nian Tanah Sikka.

    BalasHapus
  3. Terima kasih untuk komentar positifnya🙏😊

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peleburan Budaya di Tanah Flores

Kenapa Harus Nasi?

Membaca Pameran BARU, BARU. melalui kacamata Pariwisata